Pelaku Pembunuhan Disertai Mutilasi 'Koper Merah' Dituntut Hukuman Mati
RADIOONAIRFMPARE.COM||KEDIRI - Rohmad Tri Hartanto (32) alias Antok, terdakwa Pembunuhan disertai mutilasi terhadap perempuan bernama Uswatun Khasanah (29) yang jasadnya dimasukkan dalam koper merah dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), dalam sidang lanjutan perkara di Pengadilan Negeri (PN) Kota Kediri yang digelar pada Kamis (21/08/2025)
Tri Hartanto didakwa melakukan pembunuhan berencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 340 KUHP. JPU menganggap perbuatan terdakwa tergolong sadis, biadab dan tidak berprikemanusiaan.
Seperti diketahui, Tri Hartanto membunuh dan memutilasi korban Uswatun Khasanah yang dikabarkan sebagai istri sirinya di kamar nomor 30, Hotel Adisurya, Kota Kediri pada Minggu (19/01/2025) silam. Terdakwa kemudian membuang potongan tubuhnya di tiga Kabupaten berbeda untuk menghilangkan jejak.
Kasus ini terkuak usai penemuan mayat perempuan dalam kondisi tidak utuh tersimpan dalam koper merah, di sebuah selokan di Desa Dadapan, Kecamatan Kendal, Kabupaten Ngawi, pada Kamis (23/01/2025) lalu.
Penyelidikan polisi mengungkap, kepala korban dibuang di bawah jembatan Desa Slawe, Kabupaten Trenggalek, sedangkan kedua kakinya di Desa Sampung, Ponorogo.
"Kami hari ini membacakan surat tuntutan, karena ini sudah turun dari pimpinan Kejaksaan Agung. Sesuai dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, kami menuntut pidana mati," ujar Ichwan Kabalmay, JPU dari Kejari Kota Kediri usai persidangan, sembari menjelaskan alasan kenapa sidang agenda tuntutan sempat ditunda beberapa kali.
Ichwan menyebut, tidak ada hal yang meringankan dalam peristiwa tersebut. Pertimbangan utama tuntutan itu, kata dia, adalah fakta persidangan yang mengungkap sejumlah hal memberatkan.
"Korban kehilangan nyawa, meninggalkan keluarga, dan terdakwa bahkan menikmati hasil kejahatan dengan menjual mobil korban," terangnya.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Apriliawan Adi Wasisto, menyatakan tetap menghormati tuntutan jaksa, meski pihaknya memiliki penilaian yang berbeda.
"Kami hormati pendapat JPU, tapi menurut kami pasal 340 tidak tepat, karena perbuatan itu dilakukan spontan, bukan direncanakan," ucap Wasito.
Penasehat hukum terdakwa yang lain, M. Rofian, juga mengkritisi tuntutan jaksa yang dinilai tidak memasukkan fakta persidangan secara utuh. Rofi bahkan menyebut JPU terkesan tendensius dalam menyusun tuntutan.
"Fakta awal seolah-olah dirangkum dari BAP polisi. Misalnya, psikolog forensik awalnya menyatakan korban masih hidup saat dimutilasi, padahal ahli forensik di persidangan menyebut korban sudah meninggal. Ada banyak kekeliruan," ungkap Rofian.
Rofian menilai tuntutan ini tidak adil karena tidak mempertimbangkan sikap kooperatif terdakwa selama persidangan.
"Seharusnya itu jadi pertimbangan meringankan. Kita akan sampaikan pembelaan, karena ini hanya versi jaksa," imbuhnya.
Sidang lanjutan dengan agenda pembacaan pledoi dijadwalkan digelar 26 Agustus pekan depan.
REPORTER : ON-AIR/ ROH
Post a Comment